Saya sering kagum
dengan kebiasaan-kebiasaan kecil yang orang lain lakukan. Saya teringat dengan
kebiasaan teman saya ketika kami dalam perjalanan menuju suatu tempat. Teman
saya ini selalu sigap membukakan pintu mobil dan memastikan kami dalam posisi
nyaman, ketika rehat sejenak di rest area, ia bilang “Saya mau ke
alfam*rt, kalian mau minum apa?”, sampai ketika tiba dia sibuk menurunkan
barang-barang kami dan membawakannya tanpa kami minta. Kekaguman tertuju pada
teman saya yang lain dan bagaimana ia memperlakukan seorang anak yang
berkebutuhan khusus. Sebagian orang mungkin merasa terganggu dengan kehadiran
orang asing yang tiba-tiba mendekati mereka ketika mereka sedang menyantap
pesanannya di sebuah restoran. Tapi yang teman saya lakukan ini sungguh menyejukkan
hati, ia bercengkrama dengan anak tersebut, merangkulnya, mendudukkannya di
atas pangkuan, bahkan berbagi makanan. Setiap menyaksikan pemandangan seperti
yang teman-teman saya lakukan ini, dalam hati saya bergumam “Their parents
have succeded to raise them well.”
Oh ya! Pak J,
seorang satpam yang selalu dengan ramah menyambut dan menyapa setiap orang yang
datang. Ada lagi kebiasaan murid saya, D, setiap saya masuk kelas, ia
menghampiri saya dan menawarkan bantuan untuk membawakan tas dan laptop
saya. Murid saya yang lain, G, selalu ikut membantu saya mencabut kabel-kabel
dan perangkat lain setelah saya selesai mengajar di kelas tersebut.
Semua hal-hal
kecil tersebut seringkali dilakukan secara spontan, dilakukan berulang dan mungkin
tidak disadari oleh pelakunya. Seperti yang dikatakan Charless Duhigg dalam
buku “The Power of Habits”, “Kita mungkin saja tidak ingat akan pengalaman yang
akhirnya membentuk kebiasaan kita, tetapi ketika kebiasaan itu terekam dalam
benak, mereka mempengaruhi cara kita berperilaku—seringkali tanpa kita sadari.”
Lebih jauh Duhigg menjelaskan bahwa kebiasaan itu seperti penyelamat bagi otak
kita, ia menghemat energi mental dan membantu kita untuk berfungsi secara
produktif. Menurutnya, kita seringkali menyia-nyiakan betapa banyaknya energi
yang harus dikeluarkan demi melakukan kegiatan yang kita lakukan sehari-hari,
jika kita tidak melakukan kebiasaan yang kita bangun dan kembangkan.
Contoh
sederhananya adalah saya terbiasa menyimpan jarum pentul di atas lemari, setiap
pagi ketika saya bersiap-siap memakai kerudung, tangan saya selalu mengarah ke
atas lemari untuk membawa jarum pentul tersebut. Suatu pagi, ketika saya sedang
memakai kerudung, tangan saya otomatis mengarah ke atas lemari, tetapi saat itu
jarum pentul saya tidak ada disana, saya mencari-cari jarum tersebut dan
mengingat-ingat dimana saya menyimpannya terakhir kali. Ternyata setelah saya
mencari-cara selama kurang lebih 2 menit, saya ingat jarum pentul tersebut saya
pindahkan ke atas meja kemarin. Ya, Charless benar, kebiasaan kecil tentang jarum
pentul saja, sudah menghemat 2 menit waktu saya. Akan sangat melelahkan
membanyangkan saya harus selalu berpikir dan mencari dimana jarum pentul saya
setiap pagi. Dengan kebiasaan yang secara tidak sadar saya bangun----mengambil
jarum pentul di atas lemari----tangan saya bergerak otomatis tanpa menunggu
otak berpikir dahulu.
Apa yang
dilakukan teman-teman saya tadi, mungkin tak mereka sadari sebagai suatu
perbuatan baik yang menginspirasi saya pada khususnya. Kebiasaan, ketika itu
positif, dapat membawa kita pada kebaikan dan mendekatkan kita pada tujuan hidup,
tetapi ketika itu negatif, ia dapat menjadi kendaraan kita menuju kegagalan dan
keburukan. Karena sekali lagi, kebiasaan seringkali dilakukan tanpa kita
sadari.
Tebiasa
tersenyum. Terbiasa menolong. Terbiasa gosok gigi sebelum tidur. Terbiasa membully.
Terbiasa bicara kasar. Terbiasa menghina. Terbiasa buang sampah pada tempatnya.
Dan terbiasa-terbiasa lainnya...
Saatnya
memperhatikan kebiasaan-kebiasaan kita sehari-hari. Semoga kita bisa
mempertahankan kebiasaan baik dan memerangi kebiasaan buruk. Ada kata-kata
menarik yang saya temukan di Pinterest,
Gambar diambil dari https://id.pinterest.com/pin/213850682293968976/
Karena kebiasaan
itu se”powerful” itu, bisa mengalahkan kata-kata dan aksi. Kebiasaan adalah hal
yang dilakukan secara berulang dan menjadi rekam jejak seseorang. Makanya saya
setuju dengan pendapatnya Mark Manson, penulis buku bestseller “The
Subtle Art of Not Giving a F*ck” yang mengatakan bahwa ada dua hal yang dapat
membangun kembali kepercayaan setelah ia dirusak, yang pertama adalah mengakui
dengan besar hati kesalahan tersebut dan menyadari apa yang telah diperbuat,
dan kedua adalah membangun rekam jejak perbaikan dan kebiasaan yang solid. “If
someone breaks your trust, words are nice; but then you need to see a
consistent track record of improved behavior”, begitu kata Mark Manson.
References:
Duhigg, Charles. (2012). The power of habit : why we do
what we do in life and business. New York, N.Y. :Random House : Books on Tape,
Manson, M. (2016). The subtle art of not giving a
fuck: A counterintuitive approach to living a good life. New York, NY:
HarperOne.

No comments:
Post a Comment